"Perkembangan industri yang berubah, maka karakter pekerjaan, tuntutan skill pun harus berubah."
Merdeka.com, Semarang - Dalam rangka menghadapi masalah ketenagakerjaan di era revolusi industri 4.0, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan harus bersiap. Berbagai upaya harus dilakukan, salah satunya dengan mengubah kurikulum pendidikan.
Hal itu disampaikan Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri saat memberikan Presidential Lecturer bertema "Strategi pengelolaan SDM Indonesia dalam menghadapi era disrupsi RI 40" di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Jumat (20/4).
"Respon industri 4.0, lembaga pendidikan harus melakukan desain ulang kurikulum dengan pendekatan human digital, menuju transformasi skills dengan memanfaatkan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) sebagai basis," kata Hanif.
Selain merubah desain kurikulum pendidikan, Hanif juga menekankan pentingnya kolaborasi antara dunia industri, lembaga Diklat, Kadin/Apindo, Asosiasi untuk identifikasi kebutuhan kompetensi masa depan. Serta investasi pengembangan digital skills dan pengakuan (rekognisi) kompetensi.
"Perkembangan industri yang berubah, maka karakter pekerjaan, tuntutan skill pun harus berubah. Persoalannya seberapa cepat input investasi SDM hadapi perubahan? Jika tidak bisa survive menghadapi perubahan, maka bisa collapse perlahan. Contohnya sejumlah perusahaan ritel saat ini," tambahnya.
Hanif menerangkan, era revolusi industri 4.0 mempunyai ciri otomasi dan ekonomi digital. Perkembangan super-computer, robot, artificial intelligence, dan modifikasi genetik mengakibatkan pergeseran tren tenaga kerja yang tidak lagi bergantung pada tenaga manusia, tapi pada mesin.
Studi dari McKinsey tahun 2016 menyebutkan bahwa lima tahun kedepan sebesar 52,6 juta jenis pekerjaan akan digantikan oleh mesin. Hal tersebut mengikuti tren global dimana 60% pekerjaan akan mengadopsi sistem otomatisasi, dan 30% akan menggunakan mesin berteknologi digital.
"Hal ini tentu berdampak pada pergeseran tren dunia dari sektor manufaktur ke sektor jasa yang membutuhkan tenaga kerja jenis middle-higher skilled, bukan lagi low-skilled labour. untuk menyiapkan SDM atau TKI, maka pendidikan harus berorientasi pada pengembangan dan kemampuan lulusan untuk siap bekerja dan mampu menciptakan lapangan kerja dengan memanfaatkan potensi yang terdapat di sekitarnya," ungkapnya.
Sementara itu, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama mengakui era revolusi industri tak dapat dihindari dan fenomena tersebut merambah di berbagai sektor. Oleh karena itu, kurikulum dan metode pendidikan pun harus menyesuaikan.
”Penanda dari fenomena ini adalah diterapkannya teknologi online dan digital pada berbagai sektor industri sehingga tuntutan era sekarang adalah kecepatan dan ketepatan,” kata Yos.
Untuk mengimbangi perkembangan ini, lanjut Yos, Undip telah menawarkan beberapa mata kuliah yang membahas digital dan big data analysis. Selain itu, saat ini Undip juga mengintensifkan kegiatan perkuliahan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan menyelenggarakan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
"Dengan begitu maka diharapkan dapat membuka kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh anak bangsa dari berbagai lapisan masyarakat untuk dapat menikmati pembelajaran di Undip," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Binapenta dan PKK) Kemenaker melakukan penandatangan perjanjian kerja sama dengan Undip tentang sinergitas program pemberdayaan komunitas migran produktif melalui program bea siswa bagi keluarga pekerja migran Indonesia.
Penandatangan tersebut dilakukan oleh Dirjen Binapenta dan PKK Maruli A Hasoloan dan Rektor Undip Yos Johan Utama di ruang sidang Senat Akademik gedung SA MWA Undip disaksikan langsung oleh M Hanif Dhakiri.