1. HOME
  2. KULINER

'Rambut Nenek' Sumari, Jajanan Tempo Dulu di Kota Lama

"...ada juga yang menyebutnya kembang gula, arum manis, gula-gula dan sebagainya. Tapi kalau orang dahulu, tahunya makanan ini ya rambut nenek,"

Sumari penjual rambut nenek di Kota Lama. Foto/Andi Pujakesuma/Istimewa. ©2016 Merdeka.com Editor : Nur Salam | Contributor : Andi Pujakesuma | Minggu, 03 Februari 2019 16:56

Merdeka.com, Semarang - Kota Lama Semarang memiliki banyak cerita unik nan menarik. Tak hanya gedung-gedung berarsitektur Eropa yang menjuntai, kuliner tempo dulu juga banyak dijajakan di sana.

Salah satunya adalah 'Rambut Nenek' Sumari, penganan semacam gula-gula atau yang biasa dikenal masyarakat luas dengan sebutan arum manis. Berbeda dengan arum manis yang dijual di pasaran pada umumnya, rambut nenek yang dijual Sumari masih mempertahankan unsur tradisional.

Sehari-hari, Sumari, 76, berkeliling di kawasan Kota Lama Semarang untuk menjajakan rambut neneknya kepada pengunjung. Penampilan nyentriknya selalu membuat wisatawan tertarik untuk membelinya.

Bertopi koboi dan berjari penuh cincin akik, Sumari biasa menjajakan rambut nenek dengan cara berjalan kaki. Sambil menggendong kotak tempat rambut nenek itu, dia berkeliling dengan memainkan alat musik yang dinamainya 'Sitren,' dari segi bentuk dan cara memainkan seperti rebab. Kesan klasik dan jadul begitu terasa, saat menemuinya.

Belum lagi rambut nenek yang dia jual, hanya sederhana. Penganan manis itu seperti serabut berwarna kuning keemasan, sehingga seperti rambut nenek-nenek tempo dulu.

"Ini namanya rambut nenek, atau ada juga yang menyebutnya kembang gula, arum manis, gula-gula dan sebagainya. Tapi kalau orang dahulu, tahunya makanan ini ya rambut nenek," kata Sumari saat ditemui di Kota Lama Semarang, Minggu (3/2).

Warga Kuningan, Kota Semarang tersebut sudah sejak puluhan tahun lalu menjajakan rambut nenek di kawasan Kota Lama. Dengan alat musik yang selalu dia mainkan, Sumari berhasil memikat para pembeli.

"Sitren ini hanya alat untuk menarik perhatian pembeli. Sekaligus ini menambah kesan kuno, karena jajanan ini memang jajanan anak-anak tempo dulu," terangnya.

Penggunaan alat musik siren dan penampilan uniknya mampu membuat dagangannya laris. Dalam sehari, tak pernah kurang dari Rp300.000 uang yang dia dapatkan.

"Apalagi kalau ada bule-bule yang beli, penghasilan semakin besar. Penampilan saya sekaligus alat musik ini memang menjadi daya tarik luar biasa, kalau tidak seperti ini mungkin tidak laku," imbuhnya.

Sumari mengaku sudah menjual rambut nenek di kawasan Kota Lama sejak tahun 1963 lalu. Semua proses pembuatan penganan tempo dulu itu dia lakukan sendiri dengan alat-alat sederhana.

"Bahannya ya cuma tepung gandum, gula pasir dan bahan lainnya. Tapi proses membuatnya membuat waktu cukup lama dan harus pas dengan takaran, kalau tidak maka tidak jadi," terangnya.

Uniknya, Sumari tidak pernah mematok harga dari jajanannya itu. Masyarakat dibebaskan untuk membeli sesuai uang yang dimiliki. "Terserah, mau beli Rp2000 boleh, Rp10.000 juta boleh. Kalau zaman dahulu saya jualnya lima perak," kenangnya.

Kehadiran Sumari dengan rambut neneknya cukup mengobati rasa kangen warga di Kota Semarang. Bagaimana tidak, mereka yang kini sudah berusia puluhan tahun, masih bisa menikmati makanan saat masa kecil.

"Ingatan saya langsung kembali pada saat usia 6-10 tahun lalu. Dulu saat kecil, selalu ngejar-ngejar penjual rambut nenek untuk beli. Saat menggigit rambut nenek ini, saya kembali menikmati kenangan-kenangan indah masa kecil," kata Ajie Nugroho, 33, warga Pecinan Kota Semarang.

(NS) Laporan: Andi Pujakesuma
  1. Ragam
KOMENTAR ANDA