"...sehingga disinyalir kualitas sertifikasi di Indonesia tidak cukup meyakinkan bagi para stakeholder proyek konstruksi,"
Merdeka.com, Semarang - Dosen Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) Putri Anggi Permata Suwandi menyebutkan bahwa proses dan sistem sertifikasi kompetensi bagi tenaga ahli konstruksi di Indonesia masih memiliki celah kelemahan. Hal itu disampaikannya melalui disertasi penelitiannya saat mengikuti sidang terbuka ujian doktor Teknik Sipil Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip), di Kampus Pleburan, Semarang, Selasa (20/7).
Melalui disertasi berjudul "Kajian Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Bagi Tenaga Ahli Konstruksi Di Indonesia," Putri Anggi menyampaikan beberapa hal yang masih menjadi kelemahan pada proses sertifikasi untuk menelurkan Sertifikat Keahlian (SKA) bagi tenaga ahli konstruksi serta beberapa saran untuk menutup celah kelemahan tersebut. Dari penelitian itu pula, Putri Anggi berhasil meraih gelar Doktor Teknik Sipil dari Undip Semarang.
Dari penelitian yang dilakukannya, dia mendapati bahwa pada proses sertifikasi dan sistem penilaian tenaga ahli ditemukan adanya celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk memperoleh SKA dengan mudah. Akibatnya, adalah berkurangnya kepercayaan terhadap SKA tersebut. "Selain itu, muncul dampak lain yaitu SKA terbit tanpa sepengetahuan pemiliknya, dan perpindahan pembuatan SKA ke daerah yang dianggap pelaksanaan aturannya lebih longgar,” katanya di hadapan tim penguji.
Dia menyebutkan, sejumlah celah kelemahan yang ditemukan dari hasil penelitiannya, antara lain Standar Kompetensi Tenaga Ahli (SKA) yang menyatukan antara SKA Perancang dengan SKA Pelaksana, peraturan lembaga yang pelaksanaanya masih longgar di beberapa daerah, syarat pendidikan yang belum sesuai, portofolio pengalaman kerja yang kurang mencerminkan pengalaman sesungguhnya, tes tertulis belum dilakukan karena belum ada instrumennya, hingga pelatihan yang kurang terkontrol oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
Padahal, kata dia, berdasarkan UU 18/1999, pasal 9 dan PP 04/2010 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, dinyatakan bahwa orang perseorangan yang memberikan layanan jasa konstruksi atau orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha, yang memberikan layanan jasa konstruksi harus memiliki sertifikat sesuai klasifikasi dan kualifikasi.
Menurutnya, program sertifikasi tenaga ahli memiliki tujuan yang baik untuk meningkatkan kompetensi tenaga ahli konstruksi di Tanah Air untuk menghadapi kompetensi global. Dan, pemerintah juga sebenarnya sudah memiliki modal cukup berupa undang-undang serta peraturannya, lembaga pendukung, serta kesadaran para tenaga ahli tentang pentingnya sertifikasi meski belum kesemuanya memiliki SKA tersebut. "Akan tetapi, pada pelaksanaannya di lapangan masih banyak ditemukan pelanggaran, sehingga disinyalir kualitas sertifikasi di Indonesia tidak cukup meyakinkan bagi para stakeholder proyek konstruksi," bebernya.
Untuk meningkatkan kualitas sertifikasi tenaga ahli konstruksi, dia menyarankan agar hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah membenahi peraturan perundang-undangan agar tidak menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku jasa konstruksi. "Selain itu, diperlukan penegakan hukum yang tegas untuk menutup celah pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan sertifikasi," paparnya.
Sementara itu, Rektor UPGRIS Muhdi menyampaikan selamat kepada Putri Anggi Permata Suwandi atas gelar doktor yang berhasil diraih dari penelitiannya tersebut. Dia berharap dengan bertambahnya jumlah doktor di UPGRIS akan memberikan kontribusi di kampus yang dipimpinnya itu. "Ini berarti doktor yang ke-57 di UPGRIS dan yang ke-3 di Prodi Teknik Sipil. Untuk prodi di bidang kependidikan di UPGRIS jumlah doktornya sudah berkembang cukup baik, dan kami berharap untuk prodi non kependidikan kedepannya di UPGRIS juga akan terus berkembang," ungkapnya.