1. HOME
  2. KABAR SEMARANG

Teliti bahasa maskulin politikus perempuan, Wakil Rektor I UPGRIS raih gelar doktor

"Di situ terlihat bahasa yang digunakan adalah bahasa maskulin dengan maksud untuk menyesuaikan diri."

Wakil Rektor UPGRIS Sri Suciati (tengah) usai mengikuti sidang doktoral di Kampus Pasca Sarjana UNNES, Senin (3/9). ©2016 Merdeka.com Editor : Nur Salam | Senin, 03 September 2018 18:03

Merdeka.com, Semarang - Wakil Rektor I Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) Sri Suciati berhasil menyelesaikan ujian doktor Program Studi Ilmu Pendidikan Bahasa di Kampus Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (UNNES) di Jalan Kelud Semarang, Senin (3/9). Sri Suciati berhasil meraih gelar doktor usai mempertahankan disertasinya yang berjudul ''Pidato Kampanye Politikus Perempuan Indonesia: Analisis Wacana Kritis Fairclough.''

Di hadapan para penguji, yakni Prof Setya Yuwana Sudikan, Prof Ida Zulaeha, Dr Haribakti Mardikantoro, Dr Mimi Mulyani, Prof Teguh Supriyanti dan Prof Rustono, Sri Suciati menyampaikan bahwa fokus penelitiannya adalah pidato kampanye yang dilakukan oleh para politikus perempuan. Ada tiga hal yang menjadi tujuan penelitiannya, yakni menganalisis representasi politikus perempuan, ideologi yang dibangun politikus perempuan, dan makna ideologi yang dibangun politikus perempuan dalam pidato kampanye yang dilakukan.

''Sumber data penelitian ini adalah sembilan pidato kampanye calon politikus perempuan yang terdiri dari calon gubemur Jawa Timur tahun 2013, calon gubernur Jawa Barat tahun 2013, dan calon bupati Kutai Kertanegara tahun 2015,'' katanya.

Dia menyebutkan, dalam proses politik, politikus perempuan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan. Yakni pada lingkungan maskulin pada dunia politik dengan memiliki tujuan kekuasaan. Hal itu terlihat dari setiap isi pidato yang disampaikan. "Di situ terlihat bahasa yang digunakan adalah bahasa maskulin dengan maksud untuk menyesuaikan diri. Karena keadaan dunia politik masih didominiasi oleh kaum pria atau maskulin," paparnya.

Menurutnya, politikus perempuan sebenarnya bisa menggunakan bahasa yang kolaboratof, yakni bahasa maskulin dan feminin sesuai dengan konteks yang dihadapi. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar politikus perempuan dapat menggunakan bahasa feminin yang kolaboratif.

Terlebih, pada dunia politik keterwakilan perempuan pada level anggota dewan maupun di level eksekutif seperti gubernur, wali kota maupun bupati belum maksimal. Politikus perempuan akan menjadi perhatian publik ketika ada yang tampil, salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana bahasa yang digunakan ketika berpidato. "Bahasa yang digunakan saat berpidato atau saat berkampanye, sangat menarik untuk diteliti karena bahasa merupakan cermin dari budaya dan pemikiran bagi pemakainya," tukasnya.

Sementara itu, Rektor UPGRIS Muhdi menyampaikan, penelitian yang dilakukan oleh Sri Suciati merupakan hal yang menarik. Khususnya hal yang berkaitan dengan politikus perempuan yang jarang jadi perhatian untuk diulik untuk diteliti. "Ini sangat menarik, semoga hasil penelitian ini bisa menjadi acuan bagi politikus perempuan. Dan saya berharap, penelitian ini tidak berhenti di sini saja, tapi nanti bisa diterbitkan menjadi sebuah buku. Ini penting agar bermanfaat bagi perempuan yang akan terjun ke dunia politik," bebernya.

(NS)
  1. Peristiwa
  2. Pendidikan
KOMENTAR ANDA