"Ini namanya wedang tahu, memang seperti bubur sum-sum, namun ini terbuat dari sari pati kedelai,"
Merdeka.com, Semarang - Aroma jahe dan rempah begitu harum saat Adi Eko Prasetyo keluar membawa nampan dari dalam warungnya, yang terletak di Jalan Setia Budi Kota Semarang, Kamis (23/8). Di atas nampan itu, mengepul asap yang menjadi muasal aroma harum tersebut.
Di dalam nampan itu, tersusun beberapa mangkuk kecil berwarna putih. Di dalamnya, ada makanan berbentuk seperti bubur sum-sum yang lembek agak menggumpal, namun disiram menggunakan kuah jahe dan rempah yang kental berwarna kecokelatan.
Saat disantap, rasanya agak kenyal, tetapi lembut saat meluncur di lidah. Manis kuah jahe bercampur gurih kembang tahu, sangat cocok untuk menghangatkan badan saat menikmati udara malam Kota Semarang.
"Ini namanya wedang tahu, memang seperti bubur sum-sum, namun ini terbuat dari sari pati kedelai," kata Adi, salah satu penjual Wedang Tahu Pak Adi memulai obrolan.
Wedang tahu, lanjut dia, merupakan salah satu minuman khas Kota Semarang selain wedang rode. Namun, wedang tahu tidak setenar saudaranya itu, karena penjual wedang tahu tidak banyak dijumpai di berbagai lokasi di Kota Semarang.
Berbeda dengan wedang ronde yang banyak ditemui di berbagai sudut Kota Semarang, wedang tahu memang cukup sulit ditemukan. Anda hanya akan mendapati wedang tahu ini salah satunya di tempat Adi berjualan, yakni di dekat lampu merah Undip Tembalang Semarang, atau dekat dengan kawasan patung kuda.
Di warung sederhana itu, Adi menjajakan wedang tahunya. Pikulannya sederhana dengan dandang berisi kuah jahe dan satu lagi dandang berisi kembang tahu sebagai ciri khasnya.
"Untuk kuah jahe terbuat dari rebusan air, jahe, gula Jawa, dan gula pasir. Sebagai isiannya adalah kembang tahu yang terbuat dari sari kedelai," terangnya.
Dibalik kenikmatan wedang tahu itu, ternyata ada cerita unik dan menarik. Bahwa wedang tahu konon pertama kali dijual oleh warga keturunan Tionghoa.
“Biasanya dijual secara keliling dengan pikulan. Dulu Pak Adi, kakek saya ikut jualan milik orang Cina di Kampung Bandaran. lalu pada tahun 1997, kakek saya keluar dan berjualan sendiri dengan cara dipikul keliling," paparnya.
Aslinya, kata dia, resep wedang tahu ini milik orang-orang Cina di Semarang. Namun saat ini, resep itu sudah dimodifikasi dengan resep asli Jawa seperti gula Jawa dan rempah-rempah lainnya sebagai penguat rasa.
Disinggung soal harga, satu mangkok wedang tahu hanya dihargai Rp 4.000 saja. “Satu dandang ini bisa jadi 50 porsi. kalau pembeli banyak, tinggal menambahi kuah jahe yang sudah disiapkan,” tambahnya.
Kini, Wedang Tahu Pak Adi sudah memiliki beberapa cabang di Semarang. Awalnya, hanya berjualan di Ruko Mataram, Semarang. Bahkan, dirinya berencana membuka cabang lagi di Ungaran.
“Sekarang cabang Wedang Tahu Pak Adi sudah ada di Jalan Mataram, Gajahmada, Undip, dan Setiabudi. Rencananya mau buka lagi di Ungaran,” pungkasnya.