1. HOME
  2. KABAR SEMARANG

Belum Merata, Kualitas SDM Guru dan Sarana di Sekolah Inklusi

“Untuk itu, kualitas SDM guru hingga sarana prasarana di sekolah inklusi harus diperhatikan,"

Seminar dalam rangka Peringatan Hari Anak Nasional di UPGRIS. Foto/Humas UPGRIS.. ©2016 Merdeka.com Editor : Nur Salam | Contributor : Andi Pujakesuma | Kamis, 08 Agustus 2019 20:55

Merdeka.com, Semarang - Sebagai bagian dari generasi bangsa, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki hak yang sama dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu, keberadaan sekolah inklusi, yakni sekolah reguler yang menyediakan layanan pendidikan bagi ABK sangat diperlukan. Khususnya melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian dan sarana prasarananya.

Hanya saja, belum seluruh sekolah inklusi memiliki sarana prasarana maupun Sumber Daya Manusia (SDM) guru yang memadai untuk memberikan layanan pendidikan bagi ABK tersebut. Kondisi itu menjadi tantangan tersendiri dan harus segera dilakukan pemerataan.

“Kita semua harus mendukung dan memberikan perhatian agar ABK ini bisa mandiri, menjadi subjek dari pembangunan. Setiap anak, bila diasah dan dididik dengan benar, pasti memiliki kemampuan,” papar Rektor Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) Muhdi di sela seminar peringatan Hari Anak Nasional 2019 di Kampus IV Jalan Gajah Semarang, Rabu (7/8).

Muhdi berpendapat, pemerintah memiliki kewajiban menyediakan layanan pendidikan bagi setiap anak bangsa, termasuk ABK. Tak hanya itu, lingkungan sosial juga harus diberikan edukasi agar tercipta lingkungan yang mendukung dan tak menjadikan ABK sebagai objek bulliying. “Ini kewajiban negara, untuk memberikan fasilitas pendidikan. Untuk itu, kualitas SDM guru hingga sarana prasarana di sekolah inklusi harus diperhatikan,” bebernya seperti dikutip dari upgris.ac.id.

Dia juga menyebut, dari sejumlah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa UPGRIS, kualitas sekolah inklusi di Jateng belum merata. Padahal, sesuai prinsip dasar pendidikan inklusi, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang ada pada tiap anak didik.

"Jadi, di sini setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain. Sehingga kebutuhan individualnya dapat terpenuhi," tukasnya.

Kepala Pusat Kependudukan, Perempuan, dan Perlindungan Anak LPPM UPGRIS Arri Handayani menuturkan, pemberian layanan pendidikan bagi ABK tentu memiliki perbedaan sesuai dengan kondisi masing-masing anak. Untuk itu, perlu keterlibatan dan pemahaman bagi orang tua agar tidak malu saat memiliki anak berkebutuhan khusus.

“ABK ini perlu perlakuan khusus, ketika guru, orang tua dan pendamping tidak sabar dan peduli, tentu akan sulit bagi anak untuk berkembang. Ketika mereka peduli dan memperhatikan, maka potensi anak ABK ini bisa berkembang,” paparnya.

(NS) Laporan: Andi Pujakesuma
  1. Peristiwa
  2. Pendidikan
KOMENTAR ANDA