1. HOME
  2. KABAR SEMARANG

Menengok Pabrik Rokok Praoe Lajar Kota Lama Semarang

Mampu bertahan ditengah gempuran rokok modern, sasar petani dan nelayan.

Pengendara motor melintas di depan pabrik rokok Praoe Lajar Kawasan Kota Lama Semarang, Minggu (16/9).. ©2016 Merdeka.com Editor : Nur Salam | Contributor : Andi Pujakesuma | Minggu, 16 September 2018 12:40

Merdeka.com, Semarang - Kawasan Kota Lama Semarang menyimpan banyak sekali ditempati bangunan lawas yang memiliki banyak kisah. Salah satunya adalah bangunan Pabrik Rokok Praoe Lajar yang terletak di Jalan Merak Kota Lama Semarang. Pabrik rokok asli Kota Semarang ini masih berdiri dan bertahan sampai saat ini di tengah gempuran rokok modern.

Mungkin tak banyak yang tahu bahwa Kota Semarang juga memiliki industri rokok yang masih eksis sampai saat ini. Meski tak setenar rokok modern baik nasional maupun internasional, namun pabrik yang berdiri kokoh ini masih terus berproduksi.

Di dalam pabrik yang cukup luas itu, ratusan karyawan sibuk mengerjakan berbagai pekerjaan. Mulai memilih tembakau dan mencampur, melinting rokok, memotong rokok hingga pengepakan. Uniknya, semua proses produksi rokok yang sudah ada sejak 1956 itu dilakukan secara tradisional tanpa bantuan mesin sedikitpun.

“Semuanya kami lakukan manual dengan tangan manusia, mengandalkan sekitar 300 karyawan,” kata Pimpinan Perusahaan Praoe Lajar Semarang, Irawan Han Djaja.

Pabrik tersebut, lanjut dia, memproduksi rokok kretek yang biasa dipasarkan ke para nelayan dan petani di seluruh Jawa. Untuk produksi, pabrik tersebut hanya memproduksi rokok sesuai pesanan. Dalam sehari, pabrik tersebut mampu menghasilkan 700.000 batang rokok. Sementara saat sepi, tidak lebih dari 300.000 batang rokok saja yang dihasilkan.

“Biasanya saat ramai di Bulan Rajab, soalnya banyak peminat rokok yang menggelar berbagai acara dan menggunakan produk kami sebagai sajian,” imbuhnya.

Irawan menyadari, rokok Praoe Lajar tidak mampu menyaingi perkembangan rokok modern saat ini. Namun, pihaknya mengaku jika penggemar rokok kretek tersebut masih banyak dan tetap eksis. “Pangsa pasar kami kalangan menengah ke bawah, seperti petani dan nelayan. Pemasaran terbesar memang di pesisir Pantai Utara (pantura) Jawa,” terangnya.

Irawan meyakini, meski tidak mampu menyaingi produk rokok modern, namun Praoe Lajar masih memiliki keunggulan tersendiri. Rasanya yang nikmat, harga murah dan komposisi pas membuat para petani dan nelayan masih menjadikan Praoe Lajar sebagai rokok idola.

“Soalnya murah dan tidak cepat habis. Para nelayan dan petani sangat suka produk kami sehingga kami tidak takut kehilangan pangsa pasar,” ujarnya sambil tersenyum.

Di pabrik tersebut, kata Irawan, pihaknya ada dua produk rokok kretek yang diproduksi, yakni Praoe Lajar dan Potong Padi. Untuk bahan baku, pabrik tersebut menggunakan tembakau campuran dari berbagai daerah seperti Madura, Temanggung, Muntilan, Mranggen dan kota lain. Namun komposisi utamanya, adalah tembakau Madura.

“Karena harganya terjangkau itulah produk kami tetap dicari. Tentunya kami juga tetap mempertahankan rasa dan kenikmatan di setiap batangnya,” tukasnya.

Sementara itu, salah satu karyawan pabrik, Ririn, 43, mengaku sudah bekerja di pabrik tersebut puluhan tahun lalu. Baginya, pabrik Praoe Lajar adalah sumber penghidupan bagi keluarga.

“Saya dibayar borongan, per 500 bungkus rokok saya mendapatkan Rp24.000. sehari biasanya lebih dari 3.000 bungkus rokok,” ujar warga Gunungpati ini.

Selain menjadi tempat produksi rokok tradisional, keberadaan Pabrik Rokok Praoe Lajar di Kota Lama ini menjadi daya tarik tersendiri. Tak jarang, sejumlah wisatawan baik lokal maupun mancanegara mengunjungi pabrik tersebut untuk menyaksikan pembuatan rokok khas Kota Semarang itu.

(NS) Laporan: Andi Pujakesuma
  1. Ragam
KOMENTAR ANDA