1. HOME
  2. PROFIL

Pambuko Septiardi, ajarkan moral kepada generasi muda melalui wayang suket

Melalui setiap cerita sederhana yang dilakonkan, Pambuko selalu menyelipkan nilai-nilai moral, sopan santun dan lain sebagainya.

Pambuko Septiardi sedang bermain wayang suket di hadapan anak-anak, belum lama ini.. ©2016 Merdeka.com Editor : Nur Salam | Contributor : Andi Pujakesuma | Senin, 05 Februari 2018 17:56

Merdeka.com, Semarang - Tangan laki-laki bernama lengkap Pambuko Septiardi sedang sibuk memainkan wayang saat  merdeka.com menyambanginya, Senin (5/1). Diselingi canda dan tawa, Pambuko berhasil membuat anak-anak yang menyaksikannya tertawa bahagia.

Ya, sejak dua tahun silam warga Wonolopo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang ini menekuni dunia wayang. Tidak seperti wayang lain, Pambuko memilih menggeluti wayang yang berbeda, yakni wayang suket.

Sesuai dengan namanya, wayang yang digunakan Pambuko dibuat dari alang-alang atau rumput liar. Rumput yang biasa dilihat ditepi jalan itu dianyam dan menjadi aneka wayang dengan karakter masing-masing.

"Wayang suket memiliki corak dan nilai tersendiri meskipun bukan masuk pada golongan kesenian yang mewah atau memiliki aturan tertentu. Wayang suket memiliki keluwesan dalam mengajak orang untuk memikirkan sifat-sifat Tuhan, salah satunya welas asih dan pemaaf," kata Pambuko.

Lebih lanjut penggerak komunitas Genting Jerami ini menambahkan, ide membuat wayang suket itu muncul dari kegundahannya melihat anak-anak sekarang yang lebih mencintai gadget. Tidak banyak di antara mereka yang memiliki nilai, moral dan juga pemahaman seni tradisional.

Apalagi, statusnya yang sebagai guru Non PNS di SDN Wonolopo 3 itu merasa tertantang membuat pengajaran yang baik bagi anak-anak didiknya. "Melalui Wayang suket ini, saya ingin menanamkan sifat-sifat itu, bagaimana menumbuhkan nilai, moral dan pemahaman terhadap seni," terangnya.

Pambuko mengaku belajar membuat wayang suket dari seseorang bernama Amrih Basuki. Menurutnya, pengalaman tersebut adalah ilmu yang sangat berharga karena selaras dengan semangatnya sebagai guru olah raga. "Saya sebagai guru, merasa tertantang untuk menjadi pamong/pengasuh serta pendidik yang memiliki kesabaran dan keluwesan dalam mengajar," imbuhnya.

Bersama teman-teman satu komunitasnya, Pambuko berkeliling ke sejumlah lokasi di Kota Semarang untuk mengajak anak-anak belajar bersama membuat wayang suket. Dalam melakukan kegiatan tersebut, Pambuko mengaku kalau semua yang terlibat, melakukannya secara sukarela.

Baginya, dapat bertukar pengalaman dengan anak-anak di beberapa daerah dapat memberikan kesegaran tersendiri. Hal itulah yang kemudian terus dia gencarkan dengan memberikan pelatihan membuat wayang suket kepada siapa saja yang mau belajar bersama-sama.

“Kami sangat terbuka, bagi kami yang penting adalah proses pembelajaran secara bersama-sama. Bagaimana proses saling mengenal, bagaimana kemudian makna dari alang-alang atau rumput itu dapat dipahami secara universal oleh anak-anak,” tuturnya.

Menggunakan wayang suket, Pambuko dan teman-temannya sering mengadakan pentas dadakan. Melalui setiap cerita sederhana yang dilakonkan, Pambuko selalu menyelipkan nilai-nilai moral, sopan santun dan lain sebagainya.

“Saya merasa kalau apa yang saya lakukan ini hanya secuil saja, mungkin sama sekali belum memiliki arti yang kuat bagi orang banyak. Namun, saya merasa memiliki keyakinan kuat kalau apa yang saya lakukan sekarang ini didasari dengan keinginan untuk berbuat baik. Dengan cara apapun yang saya bisa,” pungkasnya.

(NS) Laporan: Andi Pujakesuma
  1. Pendidikan
  2. Budaya
KOMENTAR ANDA