"Pemanfaatan egg tray sebagai peredam bising sangat tepat karena harganya sangat murah."
Merdeka.com, Semarang - Mahasiswa Program Studi Doktoral Ilmu Kedoteran/Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegro (Undip) Semarang Moch Maftuchul Huda menawarkan solusi bagi masyarakat yang bermukim dekat dengan jalur rel Kereta Api (KA). Sebagaimana diketahui, masyarakat yang tinggal di dekat jalur rel (KA) setiap hari terpapar kebisingan yang ditimbulkan oleh KA yang melintas.
Melalui disertasi berjudul "Pengaruh Kombinasi Peredam dan Relaksasi Progresif (KODAMSI) Terhadap Gangguan Auditorik dan Non Auditorik Pada Paparan Bising Kereta Api," Huda menawarkan solusi sederhana dan murah. Yakni dengan menggunakan egg tray atau rak telur yang berbahan karton. "Penelitian ini menawarkan solusi berupa KODAMSI. Penilitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh KODAMSI terhadap gangguan auditorik dan non auditorik akibat paparan bising Kereta APi," katanya di sela mengikuti ujian terbuka disertasi di Gedung Pascasarjana Undip Semarang, Jumat (31/8).
Huda menyebutkan, masyarakat yang tinggal di pemukiman tepi rel KA, tidak dapat menghindar dari bising KA. Dampak bising bagi masyarakat Indonesia masuk urutan ke-4 di Asia Tenggara. Upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi dampak bising KA berupa pembuatan barrier dan pemasangan peredam lokomotif, tetapi intensitas bising ruang di pemukiman masyarakat diidentifikasi 60-100dB (Desibel). Angka itu masih di atas ambang batas (NAB) aman, yakni kurang dari 55dB. "Untuk menghindari kebisingan, solusinya memang ada dua, pindah tempat dari sumber bising atau alternatif lain. Nah, dari penelitian ini menawarkan KODAMSI dengan menggunakan egg tray itu tadi," bebernya.
Alasan dipilihnya rak telur berbahan kartun tersebut, diantaranya karena selain cukup mudah untuk memperolehnya, juga karena harganya yang terbilang sangat terjangkau. Secara teknik, penggunaan peredam tersebut yakni dengan cara menempelkan rak telur tersebut di dinding bagian dalam rumah, khususnya bagi rumah-rumah yang posisinya sangat dekat dengan rel KA. "Dari penelitian yang dilakukan di tiga kelurahan yakni Jagalan, Setonopande, Kemasan Kecamatan Kota Kediri, setelah diterapkan KODAMSI angka desibel tingkat kebisingan di dalam ruangan rumah akibat kebisingan KA menurun hingga di bawah ambang batas. Yakni dengan rerata 38,87dB dari sebelumnya yang mencapai lebih dari 85dB," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dampak dari gangguan kebisingan KA karena tinggal terlalu dekat dengan jalur rel diantaranya gangguan pendengaran untuk dampak auditoriknya, sedangkan untuk dampak non auditorik yang ditimbulkan diantaranya stres, hipertensi, kualitas tidur yang buruk sehingga berimbas pada faktor kesehatan lainnya. "Dengan penerapan KODAMSI, yakni pemasangan egg tray sebagai peredam dan melakukan relaksasi progresif, dari penelitian yang dilakukan ini selain angka kebisingan yang menurun, kualitas tidur masyarakat meningkat, stres turun, begitu juga dengan hipertensi. Sekalipun tingkat masing-masing individu dalam merespon kebisingan berbeda-beda," paparnya.
Dia berharap, solusi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat secara luas khususnya mereka yang tinggal dekat dengan jalur rel kereta yang notabene berasal dari kalangan berekonomi kurang mampu. "Pemanfaatan egg tray sebagai peredam bising sangat tepat karena harganya sangat murah. Untuk ukuran rumah sederhana tidak butuh terlalu banyak yang ditempelkan. Kalau dipasang sendiri (tidak memakai jasa tukang) justru akan jauh lebih murah lagi," tukasnya.
Salah satu promotor Prof Soeharyo Hadisaputro menilai, penelitian tersebut sangat menarik. Terlebih menjadi solusi yang cukup murah bagi masyarakat kalangan ke bawah yang tinggal dekat dengan jalur rel KA. "Kalau punya uang leih, pasti akan mencari rumah yang jauh dari rel. Kenapa mereka tinggal dekat rel, ya karena memang kendala ekonomi. Dengan solusi ini, semoga dapat menjadi jawaban bagi persoalan kebisingan kereta api yang tak dapat dihindari oleh masyarakat. Dengan begitu, kualitas hidup dan kesehatan akan meningkat lagi," bebernya.