1. HOME
  2. KOMUNITAS

Wayang Potehi, tradisi leluhur yang mulai luntur

"Perlu adanya dorongan supaya kesenian itu dapat semakin berkembang dan diminati anak muda,"

Budayawan Tionghoa di Semarang, Jongkie Tio saat menceritakan kegelisahannya mengenai nasib Wayang Potehi, Minggu (11/2).. ©2016 Merdeka.com Editor : Nur Salam | Contributor : Andi Pujakesuma | Minggu, 11 Februari 2018 15:25

Merdeka.com, Semarang - Perayaan Imlek selalu diwarnai dengan penampilan aneka kesenian, salah satunya adalah pertunjukan Wayang Potehi. Ya, wayang khas dari Negeri Tirai Bambu tersebut memang identik dengan perayaan Imlek. Namun saat ini, keberadaan kesenian tradisional warisan leluhur masyarakat Tionghoa tersebut sudah mulai luntur.

Hal itu dirasakan oleh budayawan Tionghoa di Semarang, Jongkie Tio. Dia merasa, kesenian yang sudah ada sejak lama tersebut kurang diperhatikan oleh banyak pihak sehingga terancam punah.

Menurut Jongkie, pelaku kesenian Wayang Potehi sangat terbatas. Tidak banyak generasi penerus yang mendalami kesenian ini. "Saya rasa perhatian terhadap kesenian Wayang Potehi masih kurang. Perlu adanya dorongan supaya kesenian itu dapat semakin berkembang dan diminati anak muda," kata Jongkie.

Jongkie mengakui, kurangnya minat anak muda terhadap Wayang Potehi dikarenakan wayang tersebut sejatinya bukan diperuntukkan sebagai pertunjukkan secara utuh. Katanya, Wayang Potehi lebih sering dimainkan untuk menghormati dewa saat ulang tahun dewa-dewa.

"Selain itu, selama orde baru kesenian etnis Tionghoa dibatasi oleh pemerintah. Sehingga, hal itu juga berpengaruh juga dengan kesenian Wayang Potehi," terang dia.

Nasib Wayang Potehi memang berbeda dengan kesenian lain seperti Liong. Menurut dia, kesenian Liong memiliki masa depan cerah karena banyak ditekuni masyarakat. "Sementara untuk Wayang Potehi masih kurang perhatian," tegasnya.

Saat ini, Jongkie berharap agar kesenian Wayang Potehi dapat dilestarikan. Dia ingin supaya komunitas Tionghoa di Semarang memiliki kesadaran lebih supaya mulai menggerakkan kesenian tersebut.

"Caranya bisa beragam, bisa dimulai dari pendekatan ke anak muda atau dengan memodifikasi Wayang Potehi melalui alur ceritanya. Saya rasa itu yang diperlukan," pungkasnya.

(NS) Laporan: Andi Pujakesuma
  1. Budaya
KOMENTAR ANDA