"Rencananya, pasar tersebut akan mulai ditempati pedagang pada minggu depan,"
Merdeka.com, Semarang - Pengerjaan proyek pembangunan Pasar Simongan yang sempat tersendat akhirnya selesai. Saat ini, pembangunan pasar tersebut sudah mencapai 100% pengerjaannya.
Pengerjaan proyek Pasar Simongan yang menggunakan anggaran dari Kementerian Perdagangan senilai Rp5,45 miliar sebelumnya bermasalah. Hingga batas akhir kontrak, pembangunan pasar hanya sampai 60% saja.
"Kontrak sudah kami putus sampai akhir Desember 2017. Rekanan kami bayar sesuai pekerjaannya," kata Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto, Kamis (25/1).
Fajar menuturkan, pembangunan pasar Simongan dikerjakan oleh rekanan dari PT Dinamika Persada Sehati. Untuk menghindari blacklist, pihak kontraktor akhirnya beritikad baik dengan menyelesaikan pembangunan menjadi 100% menggunakan dananya sendiri.
Penyelesaian tersebut dilakukan setelah putus kontrak hingga 20 Januari 2018 kemarin. Saat ini, kata Fajar, pasar Simongan dalam tahap pembersihan saja dan siap ditempati pedagang. "Rencananya, pasar tersebut akan mulai ditempati pedagang pada minggu depan," terang Fajar.
Sementara itu, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, menyesalkan pengerjaan tiga proyek di Kota Semarang yang dikerjakan tahun anggaran 2017. Meski demikian, menurutnya masih wajar jika ada tiga dari 2.323 proyek yang bermasalah.
Hendi, sapaan akrabnya, menyebutkan ketiga proyek yang dinilai tidak beres tersebut yaitu pengerjaan pedestrian Jalan Indraprasta, pembangunan jalan Gotong Royong dan pembangunan Pasar Simongan.
"Yang sudah pasti saya minta diblacklist ada 3 karena tidak beres. Yaitu Pasar Simongan, Jalan Gotong Royong dan Pedestrian Indraprasta. Meski itu ada dana dari pusat, saya tetap minta blacklist saja," katanya.
Ketidakberesan pekerjaan ketiga proyek tersebut, kata Hendi, murni kesalahan kontraktor. Seharusnya, kontraktor berkomitmen terhadap pekerjaan yang dimenangkannya.
Dia menambahkan, Pemkot Semarang melalui unit layanan pengadaan (ULP) sudah bekerja sesuai aturan dengan memenangkan penyedia jasa yang memberikan penawaran harga terendah.
"Kalau kemudian harga yang ditawarkan itu ndlosor-ndlosoran (rendah sekali dari pagu anggaran) dan tidak mampu menyelesaikan, yang salah jelas kontraktor. Dia berani nawar dengan harga rendah otomatis dia harus berani mempertanggungjawabkannya," jelasnya.
Dia menambahkan, progres pengerjaan proyek pada 2017 dinilai masih bisa dimaklumi. Pasalnya, dari 2.323 proyek yang dikerjakan selama 2017 hanya tiga proyek saja yang tidak selesai dan putus kontrak.
Hendi mengungkapkan, kondisi tersebut sebenarnya juga dialami daerah lain di luar Kota Semarang. Namun yang terpenting, begitu pekerjaan telah putus kontrak maka tidak ada anggaran lagi yang dikeluarkan. Jika dikeluarkan justru akan menjadi pelanggaran.
"Itupun kontraktor yang tidak bonafide. Lha kenapa mereka dimenangkan? lha mereka penawar yang rendah. Jika tidak dimenangkan justru mereka akan menggugat," tandasnya.