"Saya pikir dedicated line atau jalur khusus juga penting mengingat pertumbuhan kendaraan di Kota Semarang terus meningkat,"
Merdeka.com, Semarang - Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang terus mematangkan kajian pembuatan jalur khusus Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Hal itu karena pelayanan BRT selama ini dinilai masih belum sesuai dengan harapan karena terkendala lamanya waktu yang digunakan bus untuk melayani penumpang.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, kajian tentang jalur khusus BRT itu sangat penting. Untuk itu, dia meminta agar Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Semarang terus melakukan kajian mendalam.
Apalagi, Pemkot Semarang telah bekerjasama dengan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia terkait kajian tentang pembuatan jalur khusus ini. Dan rencana pembuatan jalur khusus BRT tersebut sudah masuk dalam perencanaan Dishub Kota Semarang dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang.
Hanya saja, keberadaan jalur khusus tersebut masih dikaji ulang, mengingat lebar jalan di Kota Semarang yang terbatas. "Saat ini, jalur khusus BRT masih dikaji lagi. Saya minta dikaji karena melihat kondisi jalan di Kota Semarang yang seperti ini," kata pria yang akrab disapa Hendi itu.
Hendi menerangkan, saat ini pihaknya memang sedang fokus dalam pembangunan Light Rail Transit (LRT) yang rencananya akan mulai dibangun awal 2019 mendatang. Pembangunan LRT diharapkan dapat tersinergi dengan jalur BRT Trans Semarang. "Yang LRT harus terintegrasi dengan transportasi umum yang saat ini kita punya yaitu BRT agar dapat memberikan layanan transportasi yang layak," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dishub Kota Semarang, M Khadik mengungkapkan, pembangunan jalur khusus BRT saat ini menjadi salah satu program prioritas untuk pengembangan BRT Trans Semarang. Selain pengembangan dengan penambahan jumlah koridor menjadi 12 koridor dari yang sekarang sudah ada 7 koridor.
Terkait kajian jalur khusus BRT, lanjut Khadik, saat ini masih dalam proses kajian yang mendalam. Sebab menurutnya, pembuatan jalur khusus tersebut harus mengurangi lebar ruas jalan yang sudah ada.
"Padahal, kemacetan lalu lintas yang ada sekarang disebabkan beban jalan yang tidak mampu menampung jumlah kendaraan. Sehingga masih terus dikaji dengan matang antara kami dengan ITDP. Saya pikir dedicated line atau jalur khusus juga penting mengingat pertumbuhan kendaraan di Kota Semarang terus meningkat," katanya.
Khadik menerangkan, dari rekomendasi ITDP, pembangunan tahap awal jalur khusus BRT bisa diterapkan untuk koridor 1 Trans Semarang yaitu antara Mangkang sampai Penggaron. Padahal, ruas jalur tengah Kota Semarang yang dilalui koridor 1 itu merupakan ruas jalan terpadat di banding jalan lainnya. "Kami juga inginnya ada percepatan, namun selain kendala di lapangan, kami juga terkendala pendanaan mengingat pembuatan jalur khusus itu anggarannya sangat besar," tambahnya.
Sementara itu, Vice Director ITDP Indonesia, Faela Sufa mengatakan, kecepatan rata-rata bus Trans Semarang pada rute Mangkang-Penggaron adalah 15.8 km perjam. Dimana kecepatan tersebut masih jauh lebih rendah dari kecepatan rata-rata kendaraan pribadi yaitu 18.5 km/jam.
"Hal ini disebabkan karena bus masih beroperasi bercampur dengan regular traffic. Selain itu, kapasitas halte dan daya angkut sistem bus Trans Semarang yang masih rendah menyebabkan sistem bus Trans Semarang belum beroperasi secara optimal," kata dia.
Untuk itu, pihaknya memberikan rekomendasi untuk peningkatan layanan Trans Semarang dengan konsep BRT dengan jalur khusus yang mempunyai rute langsung (BRT Direct Service system).
"Jalur khusus BRT dibangun pada segmen jalan yang mempunyai demand angkutan umum yang tinggi, mempunyai lebar jalan yang cukup dan biasanya banyak hambatan kemacetan yang dialami," pungkasnya.